In Memoriam Prof. KH. Iskandar Idy
Manajemen Kehidupan (2)
Oleh H. Kaswad sartono
Sambil melawan lupa, kalau tidak salah ingat, pertengahan April 2002, Drs. H. Iskandar Idy, M.Ag sebagai Kepala Kanwil Departemen Agama Prov. Sulawesi Selatan memimpin rapat koordinasi bersama jajaran lingkup Kanwil Departemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan dengan agenda Pembinaan Disiplin Pegawai. Dalam rakoor di ruang kerja kakanwil tersebut, Kakanwil H. Iskandar Idy mempersilakan kepada semua peserta rapat untuk berpartisipasi menyampaikan ide, gagasan dan strategi, untuk dijadikan pertimbangan kebijakan terkait peningkatan disiplin pegawai, terutama kehadiran apel pagi. Maklum waktu itu belum ada aplikasi absensi online yang terintegrasi dengan tunjangan kinerja, sehingga disiplin pegawai merupakan tantangan tersendiri dalam manajemen pegawai. Ketika itu sebagai pejabat eselon IV.a Kepala Seksi Publikasi Dakwah (yang baru sekitar satu bulan definitif), saya bicara: “terima kasih, disiplin pegawai itu membutuhkan keteladan sekaligus sanksi, lama sebagai staf, rasa-rasanya bicara disiplin pegawai tanpa keteladanan dan sanksi, sulit diwujudkan.” Mendengar kata-kata saya “lama sebagai staf”, Pak H. Abd. Rahim P. Sanjata yang duduk pas di sebelah saya membisik: “Mana lama dengan Pak Gaffar yang di subag Umum, Dik?”. Langsung berdua tertawa kecil: “hahahahaha”. Perlu diketahui pak gaffar adalah staf senior yang hingga pesiun kalau tidak salah tetap “dipertahankan” di subag Umum.
Kembali ke jalannya Rakoor. Setelah satu per satu pejabat menyampaikan ide dan gagasannya, Kakanwil yang waktu itu belum memperoleh gelar Ph.D dari Universiti Tun Abdul Razak Malaysia (kerjasama UMI) menyampaikan bahwa disiplin adalah kunci kesuksesan pelaksanaan tugas, amanah dan tanggung jawab. Dan secara keseluruhan, peserta rakoor sudah menyampaikan dan mengusulkan cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan disiplin. Maka diambillah “kebijakan pimpinan”, kemudian sambil tersenyum Kakanwil berkata: “saya hanya merangkum dan memutuskan pendapat Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu untuk menjadi kesepakatan bersama, maka tanggung jawab dan keteladanan selanjutnya ada pada Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu”. “Hahahaha....” Prof. Is tertawa.
Waktu itu, dalam hati saya berkata: Ternyata Pak Kakanwil menerapkan “Jebakan batman”, semua peserta terjebak dengan pendapat dan usulannya sendiri, senjata makan tuan, untuk bertanggung jawab secara teknis atas kedisplinan pegawai.
Kemudian yang ingin saya narasikan dari kisah pendek itu adalah bagaimana manajemen leadership Prof. Iskandar Idy dalam mengelola dan pemberdayaan instrumen pegawai, terutama para pejabatnya. Prof. Iskandar menurut saya memang seorang leader dan manager yang brilian. Kayaknya sudah menjadi prinsip kepemimpinan almarhum bahwa kedisplinan dan kebersamaan adalah kata kunci untuk maju dan sukses dalam menjalan tugas, baik displin waktu maupun disiplin kinerja. Apalagi Departemen Agama -red yang bisa disebut Depag, dan kini telah berubah nomenklatur menjadi Kementerian Agama- yang menurut beliau dan sering disampaikan di beberapa kesempatan, bahwa Departemen Agama adalah instansi suci “ikhlas beramal” yang harus dijaga dengan disiplin tinggi, kebersamaan, dan keteladanan. Departemen Agama itu seperti kain putih, kena kotoran sedikit saja itu kelihatan.
Pola menyaring ide dan gagasan bawahan seperti itu, sesungguhnya bukan hanya sebatas memperkaya ide dan gagasan, tapi lebih dari itu adalah model kepemimpinan yang demokratis.
Kedisiplinan menurut mantan Ketua Tanfidziyah PWNU Sulsel dan Direktur Bina Haji dan Umrah Kemenag RI ini memiliki fungsi untuk membangun dan melatih kepribadian, menciptakan kinerja tinggi, dan menciptakan kinerja yang terukur.
Disiplin kinerja, menurut Prof Iskandar Idy juga harus di dalamnya ada kesimbangan kebijakan sehingga dapat menghasilkan keadilan, walau tidak bisa memuaskan semua pihak. Pernah di sore hari saya dipanggil datang ke rumah kediaman beliau. Sesampainya tiba di rumah beliau, saya dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Dengan suguhan teh manis, beliau yang waktu itu pakai sarung dan kaos oblong putih berkata: “kaswad, coba hitung berapa Kakandepag se Sulsel yang sudah saya angkat, berapa orang dari NU dan dari Ormas Muhammadiyah? Kalau As’adiyah dan DDI kan sama dengan NU. “Oh iye” jawab saya. Sambil menghitung dengan jari dari mulai Kabupaten Selayar sampai Luwu Timur (yang waktu itu baru “merdeka” secara administrasi dari kabupaten induk, Luwu). Dengan serius seperti ujian munaqasah, saya jawab: Ada 12 Kepala Kandepag yang sudah Bapak angkat. Dari Ormas NU sebanyak 9 orang, dan Ormas Muhammadiyah sebanyak 3 orang. Beliau menjawab: “jadi 3 banding 1 ya? Ya kayaknya sudah adil itu”.
Begitu juga suatu ketika salah satu kepala Bidang dipanggil di ruangan Kakanwil (kebetulan saya masih di tempat itu), Prof. Iskandar juga menanyakan secara detail tentang proporsionalitas dan keadilan bantuan rehabilitasi dan pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) untuk madrasah-madrasah swasta. Berapa lokasi untuk NU, Muhammadiyah, As’adiyah, dan DDI?
Mungkin dari implementasi nilai-nilai kedisiplinan dan proporsionalitas yang dipraktekkan Prof. Iskandar Idy itulah, yang menjadikan kepemimpinan beliau itu selalu dikenang, dicerita dan dijadikan referensi bagi yang memahaminya.
Semoga menjadi kebaikan untuk semua. Selamat Jalan Prof. Iskandar, semoga husnul khotimah ......
Makassar, 19 April 2023
H. Kaswad Sartono
Kepala Biro AAKK UIN Alauddin
Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Makassar