Kemenag Maros

Tradisi ‘Mappatoppo Talili’ bagi Jemaah Haji Kabupaten Maros

Tradisi mappatoppo talili bagi jemaah haji Kabupaten Maros (foto: ist)

Maros (Humas Maros)-Masyarakat Bugis Makassar memiliki banyak tradisi yang terkait dengan berhaji.

Mulai dari ketika akan berangkat dengan tradisi malise’ tase’ mengisi koper jemaah, kemudian ketika jemaah di Tanah Suci, keluarga yang ditinggal membaca Barzanji tiap malam Jumat. Dan, hingga jelang kepulangan jemaah ke Tanah Air.

Untuk momen yang tersebut terakhir, masyarakat Kabupaten Maros menyebutnya dengan tradisi ‘Mappatoppo Talili’. Sederhananya, memakaikan kerudung bagi jemaah haji perempuan dan bagi jemaah laki-laki dipakaikan songkok putih.

“Setelah seluruh rangkaian ibadah haji selesai yang ditandai dengan Tawaf Ifadah, ada beberapa ritual yang dilakukan oleh jemaah yang menjadi tradisi warisan leluhur,” pesan WA jemaah haji Kabupaten Maros, H. Idris, dari Tanah Suci, Jum’at (21/6/2024).

“Salah satunya adalah tradisi “Mappattoppo Songkok Talili”. Tradisi ini sebagai bentuk kesyukuran jemaah haji setelah seluruh rangkaian ibadah haji telah selesai dilakukan.

“Tradisi Mappattoppo songkok ini bermakna sebagai bentuk menghargai, menjaga sifat-sifat yang tidak baik sebagai seseorang yang telah melaksanakan ibadah haji. Karena haji merupakan ibadah yang paling mulia dan paling berat dalam rukun Islam.

“Oleh karenanya, proses Mappattoppo ini didahului dengan sujud syukur menghadap ke Kiblat atau ke Kakbah. Adapun proses Mappattoppo dilakukan oleh seseorang yang sudah melakukan ibadah haji sebelumnya.

“Urutannya, didahului dengan sujud syukur menghadap kiblat, lalu orang yang dituakan ini membaca sholawat kepada Nabi kemudian meletakkan Songkok Talili di atas kepala jemaah haji,” terang H. Idrus.

“Ada beberapa yang berpendapat, ketika kerudung atau songkok sudah diletakkan di atas kepala, maka jamaah haji harus mengenakannya selama 40 hari baru bisa dilepas.”

Terkait tradisi jemaah haji ini, Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Ikhwan Kecamatan Marusu, Ustadz Ansar, menyampaikan bahwa hal ini ‘seperti wisuda’.

“Hanya semata-mata kebiasaan atau tradisi. Ini ibaratnya orang wisuda, yang menandakan bahwa selesai semua pelaksanaan rukun hajinya.

“Ini juga terkait dengan kebiasaan cara beragama masyarakat. Kita di Maros lebih senang kalau banyak doa dan yang mendoakan,” ucap Ustadz Ansar. (Ulya)

 


Daerah LAINNYA