Maros (Humas Maros)-Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kabupaten Maros, H. Muhammad, menghadiri deklarasi anti Intoleransi dan radikalisme serta dialog kebangsaan. Dalam momen ini, Kakankemenag Muhammad, menjadi salah satu narasumber dialog.
Kegiatan bertema memantapkan moderasi dan toleransi dalam rangka penguatan kebangsaan guna terciptanya Pemilu yang aman dan kondusif, ini berlangsung di Ruang Pola Kantor Bupati Maros, Senin (16/10/2023).
Bupati Maros Chaidir Syam, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan membawa misi yang mulia. “Saya harapkan ada strategi baru, bukan hanya deklarasi. Intoleransi dan radikalisme harus dicegah dan diantisipasi, kalau tidak akan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Akan membahayakan eksistensi bangsa dan bisa memicu konflik.
“Keragaman ini strategis untuk membangun bangsa. Tapi juga memiliki potensi konflik, ini tantangan kita.”
Direktur Intelkam Polda Sulsel, Kombes Pol Hajat Mabrur Bujangga, mengapresiasi dan berterima kasih kepada yang hadir: stakeholder dan pemangku kepentingan.
“Buah intoleransi dan radikalisme adalah terorisme. Di Sulsel, banyak bekas Napiter, meskipun banyak yang sudah hijau, yang sudah kembali mengakui NKRI, tap karena kondisi bisa saja mereka merasa tidak diterima, mungkin masih ada. Maka, dibutuhkan upaya dari kita semua untuk merangkul dan membesarkan hati mereka.”
Dalam kegiatan, hadir para guru dan pelajar dari SMA/SMK dan MA di Kabupaten Maros. Berdasarkan penelitian, menurut Kombes Pol Hajat Mabrur Bujangga, bahwa sangat rentan paham intoleransi dan radikalisme masuk ke para pelajar, melalui kegiatan ekstrakurikuler dan via media sosial.
Keynote speaker dialog, Kapolres Maros AKBP Awaludin Amin, menyampaikan bahwa pencegahan intoleransi dan radikalisme membutuhkan peran semua pihak.
“Kami butuh semua. Ini merupakan tantangan yang harus kita hadapi bersama. Dalam konteks mewujudkan keamanan dan stabilitas masyarakat Polri garda terdepan. Bahwa upaya ini juga membutuhkan kerja sama dari seluruh komponen masyarakat, dari guru dan pelajar.”
Kapolres Maros menegaskan bahwa Intoleransi dan radikalisme bukan produk nilai agama dan budaya. “Intoleransi dan radikalisme bukan representasi nilai agama, nilai budaya atau nilai etnis yang ada. Mereka produk dari ketidakpahaman dan manipulasi yang terjadi waktu belajar,” tegasnya.
“Mari sama-sama membulatkan tekad: membangun pemahaman yang dalam tentang nilai toleransi keberagaman dan perdamaian. Bersama mencegah penyebaran pesan intoleransi dan radikalisme. Melibatkan diri dalam kegiatan positif yang memperlihatkan persatuan, mendukung upaya pencegahan lembaga kepolisian dan lembaga terkait.”
Setelah seremoni pembukaan, kegiatan kemudian memasuki sesi dialog.
Salah satu narasumber, Iptu Faisal, dari Kasatgaswil Densus 88, berbagi pengalaman terkait penanganan ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme. “Terorisme adalah proses, berawal sikap intoleransi, kemudian berkembang radikal, nanti akan menjadi teroris.
“Intoleransi, itu tidak mau menerima perbedaan, jangankan non muslim sesama muslim saja mereka tidak mau menerima. Kalau radikalisme itu selalu menyalahkan semua: sedikit-sedikit bid’ah dan kafir. Kemudian dia akan berbuat radikal.
“Radikalisme tidak merujuk ke satu agama, semua pemeluk agama bisa terjangkiti,” jelasnya.
Sementara Kakankemenag Maros Muhammad, di hadapan peserta dialog menyampaikan konsep moderasi beragama. “Moderat merupakan sikap keagamaan yang tidak ekstrem kanan atau pun kiri.”
Sikap moderat, menurut Kakankemenag Muhammad, merupakan kelapangan menerima perbedaan. “Dengan konsep moderasi, kita harus terima keberagaman orang lain. Karena tidak ada pilihan kita mau lahir sebagai kristen, katolik, bugis, jawa dan sebagainya. Intinya, menerima kenyataan bahwa kita berbeda. Dan atas perbedaan itu, kita harus saling kenal dan hormat-menghormati.”
Dalam konteks kebangsaan, Kakankemenag Muhammad, juga mempertegas, bahwa Pancasila dengan lima silanya merupakan konsensus bersama tokoh dan ulama bangsa Indonesia.
Di akhir materi, Kakankemenag menyayangkan beberapa pihak, yang karena paham keagamaan sampai tidak mau hormat kepada Bendera Merah-putih. “Bedakan hormat dengan menyembah, kita hormat pada orang tua, bukan menyembahnya.”
Kemudian, Ketua Yayasan Moderasi Makassar Suryadi Mas’ud, menceritakan bagaimana ia terpapar paham radikal saat duduk di bangku SMA melalui kajian-kajian yang ia ikuti.
Sesi kegiatan kemudian ditutup dengan deklarasi tolak intoleransi dan radikalisme oleh ratusan pelajar yang hadir bersama Polri dan Kakankemenag Maros Muhammad. (Ulya)