Sinjai Utara (Humas Sinjai) – Pembelajaran di luar kelas (outdoor study) merupakan salah satu variasi metode pembelajaran sebagai upaya untuk menghindari kebosanan yang disebabkan karena kegiatan belajar mengajar yang umumnya hanya dilakukan di dalam kelas.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Madrasah Tsanawiyah Al-Ikhwan Pasir Putih (MTs Al-Ikhwan) dengan melakukan pembelajaran di luar kelas dalam bentuk study komparatif di 3 (tiga) titik tempat wisata prasejarah sekaligus yang ada di Kabupaten Sinjai, Senin (13/6/2022).
Tujuan dilaksanakan study komparatif ini yaitu untuk mendekatkan pembelajaran dengan objek pembelajaran karena materi yang diterima dalam bentuk konkret, sehingga peserta didik tidak menerka-nerka objek pembelajaran berdasarkan imajinasi sendiri.
Untuk itu Azhari, pengampu bidang studi IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) menjadwalkan ke peserta didik kelas VII (tujuh) dan VIII (delapan) untuk melakukan komparatif di 3 titik tempat wisata yaitu Benteng Balangnipa (Sinjai Utara), Taman Wisata Purbakala Batu Pake Gojeng (Sinjai Utara) dan terakhir Taman Wisata Hutan Mangrove Tongke -Tongke (Sinjai Timur).
Setelah diberi pengarahan, rombongan peserta MTs Al-Ikhwan yang didampingi oleh 10 (sepuluh) orang pendidik, diberangkatkan dari madrasah pada pukul 09.00 Wita dengan tujuan awal Benteng Balangnipa Sinjai Utara, karena cuaca yang kurang bersahabat sehingga jadwal keberangkatannya agak lambat.
Rombongan tiba di lokasi pertama pukul 10.00 Wita, dengan didampingi oleh Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Pemasaran dan Pariwisata, A. Dewi Anggriani. Dirinya sangat lihai dalam menjelaskan sejarah dari Benteng Balangnipa yang merupakan saksi bisu perjuangan masyarakat Sinjai melawan kolonial Belanda.
Benteng Balangnipa merupakan benteng peninggalan masa lampau di Kabupaten Sinjai yang didirikan pada tahun 1557 dan merupakan simbol bersatunya 3 kerajaan yakni Kerajaan Bulo-Bulo, Kerajaan Lamatti dan Kerajaan Tondong yang dikenal dengan sebutan Kerajaan Tellulimpoe.
Kabid Pengembangan Pemasaran dan Pariwisata menjelaskan, “dalam sejarah tiga kerajaan ini berada dibawah naungan Kerajaan Gowa yang merupakan kerajaan terkuat di Indonesia Timur pada masa lalu. Letaknya berada di pinggir Sungai Tangka, sungai inilah yang menjadi batas antara wilayah Kerajaan Bone dan Wilayah Kerajaan Gowa,” tuturnya dengan penuh semangat.
“Selain dijadikan sebagai benteng pertahanan, dulunya benteng ini juga dijadikan sebagai pusat persinggahan bagi pembesar Kerjaan Gowa dan terakhir menjadi benteng pertahanan dari kepungan penjajah. Olehnya itu benteng ini sangat bersejarah bagi masyarakat Sinjai,” tambah A. Dewi.
Setelah tuntas mengamati tempat sejarah Benteng Balangnipa, selanjutnya para rombongan bergeser ke titik kedua yaitu Taman Wisata Purbakala Batu Pake Gojeng dengan menempuh waktu kurang lebih 15 (lima belas) menit dari Benteng Balangnipa.
A. Dewi Anggriani kembali memandu para rombongan dengan menjelaskan keunikan dari taman wisata yang satu ini. Ia menuturkan bahwa Batu Pake ini memiliki arti batu yang dipahat, sedangkan Gojeng adalah nama lokasi ditemukannya Batu Pake yang sekarang ini dikenal dengan istilah Batu Pake Gojeng. Awal mula pendiri kerajaan Batu Pake adalah La Tenri Lallo Manurungngeng Wowolondong yang didampingi oleh istrinya bernama Datue Ri Lino yang kemudian dianugerahi seorang putra bernama Baso Batu Pake, tuturnya.
Lanjut ia menjelaskan, “setelah ayahnya meninggal Baso menggantikannya sebagai raja ke-2 (dua). Walaupun Batu Pake memiliki 2 raja namun memegang peranan penting karena merupakan cikal bakal tumbuhnya beberapa kerajaan di Kabupaten Sinjai yang terdiri dari Kerajaan Bulo-Bulo, Lamatti dan Tondong,” jelasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa Benteng Balangnipa dan Taman Wisata Purbakala Batu Pake Gojeng memiliki kaitan yang erat di masa lampau dalam menyatukan 3 kerajaan di Kabupaten Sinjai.
Setelah mengunjungi 2 (dua) tempat bersejarah tersebut, rombongan study MTs Al-Ikhwan kemudian bertolak ke Wisata Hutan Mangrove yang terletak di Tongke-Tongke Kecamatan Sinjai Timur yang dikenal dengan wisata bahari.
Azhari pengampu bidang study IPS, memberikan penjelasan mengenai hutan mangrove ini”, Sebelum populer dan setenar sekarang ini, kehadirannya berawal dari ide masyarakat sekitar. Dibutuhkan waktu 25 (dua puluh lima) tahun untuk bisa tenar dan dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan kini destinasi wisata yang satu ini dijuluki sebagai hutan mangrove terluas dan rapat yang pernah dimiliki oleh Indonesia,” tukasnya.
Sementara itu Khaeruddin Kepala MTs Al-Ikhwan, memberikan tanggapan positif terhadap cara belajar peserta didik dengan membandingkan variabel-variabel yang ada di lapangan, seperti inilah penerapan dari study komparatif yang merupakan salah satu metode pembelajaran. pungkasya. (AS)