Maros (Humas Maros)-Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kabupaten Maros, Abd. Hafid M. Talla menyampaikan bahwa kehadiran negara untuk mengatur aktivitas umat demi harmoni kehidupan beragama dalam konteks sosial masyarakat.
Hal ini diungkapkan Kakankemenag Abd. Hafid saat menyampaikan sambutan pada sosialisasi dan dialog membangkitkan semangat moderasi beragama yang digelar Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Maros. Kegiatan yang diikuti 40 peserta ini dilaksanakan di Aula PLHUT Kankemenag Kabupaten Maros, Selasa (7/6/2022).
“Khusus di Kabupaten Maros kegiatan dan tema serupa sudah sering. Tapi tetap penting untuk klarifikasi persoalan. Terutama terkait pemberitaan di media, dengan adanya penolakan terhadap Khilafatul Muslimin, kelompok yang disinyalir berseberangan dengan paham mayoritas masyarakat Maros”.
Terkait itu, menurutnya Kankemenag Maros sudah melakukan berbagai upaya pencegahan dan pembinaan, terutama koordinasi dan komunikasi dengan Forkopimda Kabupaten Maros. “Kemenag Maros sudah memanggil penggagas dan pendiri kelompok ini. Memang beda paham dengan kita, bahkan mereka menganggap selalu dibenturkan dengan negara”.
“Saya sampaikan bahwa negara hadir untuk mengatur aktivitas keagamaan masyarakat. Paham ini perlu dicairkan. Kalau ada pembiaran, kita khawatir akan berdampak kepada generasi mendatang. Perlu kita cermati. Jangan ada pembiaran, jangan sampai membesar. Masih bisa dipadamkan. Artinya kita redupkan dengan pendekatan dan mengembalikan paham yang bersesuaian dengan aturan negara”.
Hadir pula dalam kegiatan ini, Kepala Kanwil Kemenag Sulsel, Khaeroni yang saat sambutan menyampaikan pentingnya kegiatan terkait moderasi beragama berdasarkan hasil penelitian.
“Untuk tingkat toleransi, Sulsel rangking 16 dari 34 provinsi, untuk dimensi kesetaraan peringkat 20, Sementara aspek sama rangking 16 dari 34 provinsi di Indonesia. Jadi moderasi beragama perlu dipupuk dan ditingkatkan terus-menerus”.
“Kehadiran Negara mengharapkan kestabilan kehidupan beragama. Untuk memelihara dan meningkatkan kualitas kehidupan beragama. Kalau kemudian, yang terjadi di Mallawa Maros, Khilafatul Muslimin karena papan namanya pondok pesantren, sementara tidak berizin. Ini merusak citra. Jangan sampai ada pesantren yang sudah lama beroperasi, dicemari oleh pesantren yang tidak berizin. Hal lain tentu, melindungi masyarakat dari mal praktik pendidikan”.
“Bagi kelompok tertentu, seolah-olah agama berisi halal-haram, bid’ah dan sebagainya. Padahal hukum Islam ada 5. Kenapa sekarang hanya menjadi boleh dan tidak boleh. Terkait ini, penting dilakukan pemahaman bagi generasi selanjutnya”.
Lebih lanjut, Kakanwil berpesan untuk tidak mempersulit dalam beragama. “Kita kadang -kadang beragama kok ribet. Aqua bisa haram kalau pertanyaan lebih 3 kali. Misal bahan dari air, pembuat orang Islam, modal dari mana? Bank syariah, sementara bank syariah modal awal berasal bank konvensional. Maka, jangan ribet-ribet”.
“Pemahaman moderasi beragama hendaknya dilakukan dengan cara dan contoh yang sederhana saja. Beragama jangan ribet, tapi jangan juga sembrono. Pengalaman keagamaan penting bagi tiap umat beragama. Kalau ada yang berbeda, jangan mudah menyalahkan”.
“Terkait kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahwa Pancasila sudah sesuai dengan ajaran agama. Tujuan utama moderasi beragama tentu agar warga bangsa menghargai kemanusiaan, kearifan lokal dan toleransi serta taat konstitusi bernegara”. (Ulya)