Tradisi Pernikahan di Gowa

Ajangang-jangang, Tradisi Lamaran di Makassar

Proses Ajangang-jangang di salah satu warga desa Borongloe

Bontomarannu (Humas Gowa). Bahasa merupakan salah satu ciri yang menunjukkan suku tertentu. Indonesia adalah negara yang paling banyak suku, tentunya memiliki beragam bahasa.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2010 menyebut ada 1.331 kelompok suku di Indonesia. Kategori itu merupakan kode untuk nama suku, nama lain atau alias suatu suku, nama subsuku, bahkan nama sub dari subsuku.

Terkait jumlah bahasa di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Badan Bahasa telah memetakan dan memverifikasi 652 bahasa daerah yang berbeda.

Makassar, merupakan salah satu diantaranya. Kata Jangang dalam bahasa makassar artinya ayam, Jangang-jangang artinya burung.  Namun bukan berarti kita kemudian mengartikan Ajjangang-Jangang sesuai makna bahasanya mengejar burung.

Ajjangang-jangang adalah istilah untuk prosesi melamar seorang gadis. Prosesi pelamaran ini dalam adat Makassar. Ternyata sangat unik. Berbeda dengan suku yang lain.

Pihak laki - laki yang akan melamar seseorang akan mencari Pajangang-jangang. Yakni seseorang yang akan diutus untuk menyampaikan maksud mengkhitbah seorang perempuan menjadi istrinya.

Pajangang-jangang bukanlah sembarang orang. Orang tersebut harus memiliki kemampuan diplomasi dan juga pandai merangkai kata agar maksud dan tujuan akan tercapai.

Abdul Jabbar Tahuddin salah satu penyuluh KUA Kec. Bontomarannu kerap kali diminta untuk menjadi Pajangang-jangang. Kemampuannya dalam merangkai kata tidak diragukan lagi, dilihat dari ratusan pengalamannya dalam proses tersebut.

Banyak calon pasangan yang sukses sampai kepelaminan karena takluknya sang wali dengan retorika Jabbar.

Seperti halnya, Selasa  (20/9/2022), Jabbar menuturkan bahwa dia diminta untuk melamarkan seorang gadis untuk dipersunting oleh salah satu warga Kelurahan Borongloe.

Jabbar menyampaikan salamnya pihak laki-laki  dan bertanya kepada wali apakah putrinya sudah dilamar atau belum.

"Punna tenapa amboliki anakta isanawiyah tenapa assampaki. Maksud kabatuangku anne panrannuanna dg kulle mange ri nakke bermaksud untuk ampasseri keluargana dg kulle siagang keluargata ajjari sere' dalam ikatan perkawinan," tutur Jabbar kepada wali perempuan dengan bahasa Makassar yang fasih.

Ketika sang wali mengatakan tidak ada yang melamar, maka pembicaraan dilanjutkan dengan lamaran langsung, dan diterima dengan baik. Pajangang - jangang akan menanyakan terkait uang panaik/biaya pernikahan. Apakah bisa diputuskan pada pertemuan kali ini atau menunggu pihak keluarga perempuan berkumpul.

Jabbar menjelaskan bahwa ia sering mendapati dua kondisi. Pertama lobi uang panaik sesuai amanah dari pihak laki-laki kesanggupannya berapa besaran uangnya dan beras. Dan kadang memungkinkan seekor sapi pun bisa diberikan ke pihak perempuan dan pihak perempuan tidak banyak mempersoalkan. Maka terjadi kesepakatan antara dua pihak dan langsung menentukan mahar dan hari pernikahan.

Kedua pihak perempuan meminta waktu untuk mengumpulkan keluarga terdekat yang dituakan untuk berembuk persoalan ini. Biasanya diberikan tempo tiga hari, keluarga perempuan akan memberikan kabar.

Jika telah diterima lamaran dan uang panaik oleh pihak perempuan. Maka ditentukanlah waktu pelaksanaan pernikahan. Namun, apabila uang panaik jadi kendala sedangkan anak saling suka. Kadangkala berakhir dengan Silariang (kawin lari).

Inilah sekelumit adat budaya makassar dalam pernikahan. Dan rangkaiannya cukup banyak. Bahkan untuk mengetahui strata sosial seseorang dapat dilihat dari prosesi pernikahan dengan menggunakan adat yang lengkap atau biasa saja.(iar/OH)


Daerah LAINNYA