Parepare, (Humas Parepare) – Penyuluh Agama Islam pada Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Ujung, Iriani Ambar resmi menyandang gelar akademik tertinggi yakni Doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pola Pembinaan Keluarga Bagi Perkawinan Poligami Melalui Structural Equation Modelling di Kota Parepare (Tinjauan Pendidikan Islam)” pada Sidang Promosi Doktor di Auditorium Universitas Muhammadiyah Parepare, Rabu 31 Agustus 2022.
Di hadapan Tim Penguji yang beranggotakan 7 orang, Iriani Ambar mampu menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan baik oleh penguji, promotor maupun ko-promotor. Kehadiran keluarga, kerabat dan rekan kerja menjadi penyemangat tersendiri bagi Penyuluh KUA Kecamatan Ujung ini.
Permasalahan Poligami yang sampai saat ini masih menjadi hal yang kontroversi di tengah-tengah masyarakat dikupas tuntas dalam disertasinya, mulai dari alasan terjadinya poligami hingga pembinaan bagi keluarga yang telah menjalani poligami.
Tugas sebagai penyuluh agama serta keterlibatannya dalam pembinaan perempuan dan anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) memudahkan bagi perempuan kelahiran Parepare, 18 April 1969 ini untuk mengetahui permasalahan yang terjadi terhadap kaum perempuan di Kota Parepare, khususnya perempuan yang dipoligami.
Iriani Ambar dinyatakan telah berhasil meraih gelar Doktor setelah berhasil menyusun dan mempertahankan disertasinya tentang poligami. Bahkan oleh Ko-Promotor, Hj. Nurhayati Ali, ia digelar dengan ‘Doktor Poligami’ karena pemahamannya terkait permasalahan poligami telah dianggap mumpuni dan dinyatakan berhak menjadi narasumber pada seminar ataupun kegiatan yang mengangkat permasalahan poligami.
Dihubungi secara terpisah, Iriani Ambar menyampaikan alasan dirinya menjadikan poligami sebagai objek penelitiannya.
“Sebentuk keprihatinan terhadap perempuan yang berada dalam perkawinan poligami, sebab dari data 2021 hanya terdapat 2 pasangan poligami dari 4 kecamatan, sementara kenyataannya tersebar pelaku poligami yang menikah yang pernikahannya tidak tercatatkan secara aturan kenegaraan, sama artinya mereka menikah secara diam-diam dan tanpa ijin istri sah. Hal ini tentu merugikan perempuan dan anak (keluarga poligami),”jelasnya.
Kesimpulannya, ia menegaskan bahwa sangat sulit terwujudnya keadilan dalam sebuah perkawinan poligami.
“Pesan moral Islam bahwa dalam perkawinan adalah membangun keluarga yang sakinah dan menapikan semua bentuk diskriminasi, dominasi, eksploitasi dan kekerasan apapun alasannya. Kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga terletak pada kesucian, kesetiaan, kesabaran, pengorbanan dan kepedulian kedua belah pihak (suami istri) yang keseluruhannya hanya bisa ada dan terdapat di ‘mitsaqan ghalizhon’ (perjanjian yang kuat) sakralitas perkawinan monogami dan teramat sulit terbayangkan dapat terwujud dalam perkawinan poligami,”tegasnya.
Di dalam disertasinya, ia juga menjelaskan pasal yang bisa menjerat pelaku poligami yang secara sengaja menyembunyikan pernikahannya.
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2016 bahwa perkawinan yang dilangsungkan oleh seorang suami dengan perempuan lain sedangkan suami tersebut tidak mendapatkan izin istri untuk melangsungkan perkawinan lagi, maka pasal 279 KUHPidana dapat diterapkan.
Jerat Pidana menikah lagi tanpa izin pada Pasal 279 ayat 1 dan 2 KUHPidana laki-laki dalam status nikah secara resmi dan belum cerai, nikah secara diam-diam (melakukan pernikahan lagi tanpa izin dari istri sah) terancam pidana penjara 5 tahun, bahkan apabila dengan sengaja menyembunyikan status perkawinannya demi menikahi perempuan lain maka pidana penjara yang akan dikenai lebih tinggi lagi 7 tahun penjara.
Selamat kepada Dr. Iriani Ambar, S.Ag., M.A semoga ilmu yang telah diperoleh dapat menjadi rujukan bagi para suami sebagai bentuk kehati-hatian untuk melakukan perkawinan poligami.