Turikale (Humas Maros)-Penyuluh Agama KUA Kecamatan Turikale gelar pelatihan penyelenggaraan jenazah (tajhiz al-mayyit) di masjid Nuruttaufiq lingkungan Buloa Kelurahan Borobellaya Kecamatan Turikale, Kamis, (26/5/2022). Peserta pelatihan ini diikuti oleh jamaah masjid Nuruttaufiq Buloa yang jumlahnya kurang lebih 30 orang terdiri jamaah laki-laki dan perempuan.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyiapkan kader praktisi penyelenggara jenazah yang selama ini-menurut masyarakat Buloa-sangat susah mendapatkan orang yang mau mengurus jenazah (khususnya perempuan) sehingga terpaksa memanggil penyelenggara jenazah dari luar.
Saat penyuluh bertanya kepada jamaah yang hadir “siapa sering memandikan jenazah” mereka serempak menjawab “tidak ada”.
“Lantas siapa yang mengurus jenazah jika ada yang meninggal?. memanggil bantuan dari luar bu” timpal mereka.
Penyuluh agama yang hadir pada kegiatan ini terdiri dari 3 orang Fungsional: Usman Hadi, Husrina Rahman, AAisyah dan 1 orang Honorer Mardiah Salam.
Materi disampaikan secara panel oleh 2 (dua) orang penyuluh agama, yakni ; materi pertama “Motivasi dan Pentingnya Mengetahui Tatacara Penyelenggaraan Jenazah” disampaikan oleh Usman Hadi, dan materi kedua adalah “Teknik Penyelenggaraan Jenazah (Tajhiz al-Mayyit) disampaikan oleh Husrina Rahman. Usai penyampaian materi dilanjutkan dengan tanya jawab dan praktik yang didampingi oleh Aisyah dan Mardiah.
Keseriusan dan antusiasme jamaah mengikuti pelatihan ini tampak dari banyaknya yang bertanya baik saat materi berlangsung, maupun saat praktik dan bahkan setelah pelatihan ditutup, masih berlanjut dengan dialog lepas. Diantara hal yang ditanyakan oleh jamaah adalah tentang boleh tidaknya orang haid memandikan mayat dan apa saja yang dibaca saat memandikan jenazah. Ada juga yang mempertanyakan hukum membuka tali pengikat jenazah dan bacaan saat jenazah dimasukkan ke liang lahad.
Karena waktu sudah lewat, maka pertanyaan belum sempat terjawab semua dan sepakat Kamis depan akan dilanjutkan kembali tanya jawab seputar penyelenggaraan jenazah serta pendalaman praktik penyelenggaraan jenazah khususnya memandikan dan mengafani jenazah.
Tentang boleh tidaknya orang haid memandikan mayat, Usman Hadi menjelaskan “orang haid dan junub boleh memandikan mayat, kecuali mensalatkan tidak boleh terangnya. Husrina menambahkan-dengan jawaban yang senada- bahwa ada dua pendapat ulama mengenai hal ini. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ mengatakan boleh;
“Boleh bagi orang junub atau haid untuk memandikan mayat tanpa ada kemakruhan.” Hal yang sama juga yang dijelaskan dalam kitab Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj oleh Syaichul Islam Syamsuddin Muhammad bin Abul Abbas Ahmad bin Hamzah bin Syihabuddin al-Ramli al-Manufi al-Mishri al-Anshori, atau lebih dikenal dengan sebutan Imam al-Ramli berikut;
“Orang yang junub atau haid boleh memandikan jenazah tanpa ada kemakruhan. Mereka berdua hakikatnya suci sehingga sama dengan lainnya.”
Sebagian ada ulama yang memakruhkan, bukan berarti haram hanya saja lebih kepada menjaga kesempurnaan dan keutamaannya. Sebagaimana uraian Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar (Imam besar masjid Istiqlal) dalam buku penyelenggaraan jenazah yang diterbitkan Dirjen Bimas Islam Kemenag.RI menjelaskan bahwa makruh hukumnya memandikan mayat bagi orang yang berhadas besar, namun tidak sampai haram. Artinya seandainya ada yang lebih diutamakan yakni suci dari hadast maka itu lebih diutamakan.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni berikut;
“Kami tidak mengetahui adanya perbedaan terkait keabsahan memandikan dan memejamkan kedua mata mayat bagi orang yang sedang haid dan junub. Hanya saja hendaknya yang mengurus jenazah, baik memejamkan kedua mata maupun memandikan mayat, adalah orang yang suci -dari hadas- karena hal tersebut lebih sempurna dan lebih baik. Wallahu a’lam”. (Husrina/Ulya)