Dilansir dari wikipedia, istilah literasi dalam bahasa latin disebut sebagai literatus, yang berarti orang yang belajar. Secara garis besar, literasi sendiri ialah istilah umum yang merujuk pada kemampuan dan keterampilan seseorang dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, juga memecahkan masalah didalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, literasi tidak bisa dilepaskan dari kemampuan seseorang dalam berbahasa. Selanjutnya, National Institute for Literacy menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Education Development Center (EDC) juga turut menjabarkan pengertian dari literasi, yakni kemampuan individu menggunakan potensi yang dimilikinya, dan tidak sebatas kemampuan baca tulis saja.
UNESCO juga menjelaskan bahwa literasi adalah seperangkat keterampilan yang nyata, khususnya keterampilan kognitif dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks dimana keterampilan yang dimaksud diperoleh, dari siapa keterampilan tersebut diperoleh dan bagaimana cara memperolehnya. Menurut UNESCO, pemahaman seseorang mengenai literasi ini akan dipengaruhi oleh kompetensi bidang akademik, konteks nasional, institusi, nilai-nilai budaya serta pengalaman. Kemudian, didalam kamus online Merriam-Webster, dijelaskan bahwa literasi adalah kemampuan atau kualitas melek aksara di mana didalamnya terdapat kemampuan membaca, menulis, dan mengenali serta memahami ide-ide secara visual.
Perkembangan literasi digital
Bangsa yang besar adalah bangsa yang berliterat. Pemaknaannya tentu lebih luas mencakup kemampuan dan keterampilan dalam menggali ilmu pengetahuan. Perubahan yang besar dalam diri dimulai dari cara berpikir, di mana proses perubahan cara berpikir itu adalah kegiatan berliterasi. Literasi tidak sekedar membaca dan menulis saja tapi menjadi tonggak caturtunggal keterampilan berbahasa. Lebih dari itu perubahan zaman semakin masif dan pesat menuntut adaptasi apalagi bagi kita yang tidak melek teknologi, zaman yang sudah sampai di era digitalisasi bahkan sudah sampai ke teknologi robotik. Meski kita tak boleh meninggalkan kearifan lokal, namun bukan berarti kita menolak piranti global. Manusia selaku makhluk yang paling sempurna rupanya harus menghidupkan zamannya.
Perubahan pola hidup masyarakat pada umumnya sudah masuk ke budaya digital. Menurut data Perusahaan riset Data Reportal "GSMA Intellegence" mengungkapkan jumlah perangkat seluler yang terkoneksi di Indonesia mencapai 370,1 juta pada Januari 2022, meningkat 13 juta atau 3,6 persen dari periode yang sama ditahun sebelumnya. Angka itu jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk indonesia yang mencapai 277,7 juta hingga januari 2022. Data tersebut menunjukkan bahwa pengguna seluler baik itu dalam bentuk smartphone atau tablet di Indonesia setara dengan 133,3 persen dari total populasi pada Januari 2022. Tentunya dapat kita simpulkan menurut fakta yang kita lihat di lingkungan masyarakat bahwa satu orang bisa saja memiliki lebih dari satu smartphone, pengunaannya bisa saja untuk pemakaian pribadi dan khusus kerja atau untuk kepentingan lainnya.
Menurut data Data Reportal juga merinci bahwa jumlah pengguna internet Indonesia 2022 sudah mencapai 204,7 juta orang. Tingkat penetrasi internet Indonesia mencapai 73,7 persen dari total populasi pada awal tahun 2022. Pengguna internet pasti akan melonjak setiap tahunnya, tren penggunaan internet dikalangan masyarakat semakin meningkat dari kalangan usia, mau muda atau sudah tua pasti punya smartphone dan menjadi pengakses internet yang aktif. Bahkan bayi satu tahun saja cukup pandai dengan jari mungilnya mengakses youtube, diusia dini yang selayaknya tidak boleh malah dibiarkan begitu saja tanpa memperdulikan bahaya dari paparan layar elektronik tersebut yang membahayakan kesehatannya. Dengan jangkauan internet yang lebih luas sangat memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi, edukasi, bisnis maupun hiburan. Manusia telah menghidupkan zamannya di era digital ini, tak lengkap tanpa memegang dan membawa smartphone di tangan, sudah menjadi kebiasaan yang lekat tak terpisah.
Dampak positif penerapan literasi digital melalui aplikasi perpustakaan digital
Menyeimbangkan literasi minat baca buku seharusnya meningkat beriringan dengan literasi digital. Minat baca buku menjadi tanggung jawab bersama dimulai dari orang tua yang mengenalkan buku, kalau anak belum bisa membaca setidaknya mereka banyak melihat buku di rumah, mengenalkan dan membacakan buku cerita misalnya. Namun hal ini hanya dijalani oleh keluarga yang berlatar pendidikan. Seiring waktu anak pun akan mengenal buku dibangku sekolah, mereka belajar membaca dan menulis, melihat buku di sudut baca kelas dan melihat buku yang berjejer rapi di perpustakaan. Dengan harapan nantinya mereka akan menjadi peminjam dan pembaca buku favorit. Kebiasaan yang harus di olah berkesinambungan, tidak berubah, dan meningkat. Namun seiring perkembangan teknologi lahirlah perpustakaan digital.
Perpustakaan digital adalah perpustakaan yang sebagian besar koleksi bukunya tersedia dalam format digital dan bisa diakses melalui komputer, laptop, dan smartphone. Semua koleksi dari perpustakaan digital berada dalam suatu komputer server yang bisa ditempatkan secara lokal maupun dititik lokasi yang jauh. Tapi, orang-orang bisa mengakses server perpustakaan digital ini dengan cepat, mudah dan praktis melalui jaringan internet. Bila buku versi cetak dapat dipinjam melalui perpustakaan, begitu juga dengan ebook. Kini ada banyak aplikasi perpustakaan digital yang menyediakan ebook secara gratis dan legal. Sangat membantu dan memudahkan berliterasi baik itu untuk referensi atau sekedar hiburan.
Adapun referensi aplikasi perpustakaan yang dapat didownload di play store antara lain :
(1) iPusnas: Aplikasi resmi milik Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas). Didalam aplikasi ini terdapat berbagai macam koleksi bacaan, mulai dari fiksi hingga nonfiksi; (2) ePerpust: Aplikasi ePerpus merupakan perpustakaan digital yang diluncurkan oleh penerbit Gramedia. Didalam aplikasi ini terdapat berbagai macam koleksi ebook dan majalah; (3) ePerpusdikbud: Aplikasi perpustakaan digital milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Aplikasi ini dikembangkan oleh developer yang sama dengan ePerpus, sehingga tata cara dan tampilan aplikasi ini mirip dengan ePerpus; (4) Adhyaksa Digital Library: Aplikasi perpustakaan digital milik Kejaksaan Agung. Dalam aplikasi tersebut, ebook yang ada kebanyakan merupakan nonfiksi. Ebook bertema politik, hukum, dan sosial menjadi koleksi yang mendominasi; (5) Let’s Read: Aplikasi yang satu ini merupakan perpustakaan digital khusus buku anak. Koleksi yang dimiliki oleh Let’s Read berbentuk buku cerita bergambar.
Begitu mudahnya dalam berliterasi digital, referensi dari aplikasi perpustakaan digital banyak jenisnya. Ada juga yang jadi popularitas pembaca novel dalam aplikasi gratis yang didownload play store seperti Wattpad, NovelToon, NovelPlus, Allnovel, Fizzo, Dreame, dll, namun hanya menyediakan tulisan fiksi berbentuk novel. Dibanding dengan aplikasi iPusnas menyediakan buku fiksi dan nonfiksi, berbagi koleksi bacaan dan bersosialisasi secara bersamaan, menemukan dan menjalin pertemanan. Cara mengaksesnya pun sangat mudah hanya klik pinjam jika download selesai langsung tersimpan di rak buku, jadi bisa dibaca kapan saja tanpa harus mencari lagi. Mudah, murah, dan praktis hanya bermodal smartphone dan jaringan internet kapan dan di mana pun murah banget dibanding membeli setumpuk buku dengan biaya finansial cukup tinggi.
Dampak negatif literasi digital
Dalam mengakses informasi fakta yang beredar, sayangnya informasi yang mereka dapatkan bukan dari media yang bisa dipercaya. Melainkan informasi ini berasal dari media sosial yang lebih banyak dipenuhi opini dibandingkan dengan faktanya, maklum saja semua kalangan cukup lihai dalam bermedia sosial. Masyarakat kita dengan tingkat minat baca buku yang rendah dan hanya berbekal ilmu minimalis tentunya tidak bisa membedakan informasi benar dari media yang dipercaya. Kepopuleran media sosial menjadikan mereka lebih cerewet di media sosial, memberi dan menerima informasi bahkan curhat di media sosial sudah menjadi tren penggunanya. Membaca terbatas langsung skip ke bagian akhir itulah gaya membaca sebagian dari kita. Kecepatan jari langsung like dan share lebih cepat dari kecepatan otak kita berpikir sehingga berdampak provokasi, hoax, dan fitnah. Kebiasaan seperti inilah dalam berliterasi digital yang perlu kita hindari dan hilangkan sebagai manusia yang berakal dan berakhlak, hendaknya kita tidak serta menerima logika yang yang tidak jelas asal usulnya.
Adanya pelanggaran hak cipta atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dilakukan oleh oknum tertentu. Banyak sekali karya-karya cipta yang sudah ada di dalam internet, diperjualbelikan tanpa meminta izin ke pencipta karya tersebut. Misalnya pembajakan musik, pembajakan film, pembajakan buku cetak, juga merupakan contoh pelanggaran hak cipta. Hal tersebut juga merugikan para pencipta karya. Penipuan digital terjadi karena adanya penyalahgunaan data pribadi yang dilakukan oleh oknum dengan kecanggihan teknologi digital. Biasanya korban tersebut disebut dengan istilah korban cybercrime. Modus penipuan digital beragam, ada yang mengatasnamakan dengan survei untuk mendapatkan data pribadi, penjualan produk dari harga diskon yang besar website e-commerce yang tidak resmi, dan sebagainya. Agar tidak terjadinya korban penipuan digital, jangan pernah sembarangan untuk memberikan data pribadi ke orang lain.
Budaya malas gerak (mager) yang terjadi karena pengaruh penggunaan teknologi digital. Di era digital yang semakin canggih, masyarakat tidak pernah lepas dari alat teknologi digital seperti smartphone. Berbagai platform digital yang sudah tersedia didalam smartphone tersebut, membuat penggunanya kecanduaan tanpa memperhatikan waktu dan kesehatan. Oleh karena itu perlu komitmen dari pengguna teknologi digital untuk membagi waktu dalam menggunakan teknologi digital dan melakukan aktivitas yang bergerak.
Tips menghindari pengaruh negatif literasi digital
Berliterasi digital bukan cuma mengedepankan media sosial tapi menyeimbangkannya dengan platform pencarian informasi seperti google, bing, yahoo search, duckducgo, yandex, baidu, swisscows, one search, dogpile, dll. Tentu yang populer dikalangan kita adalah google, tapi jika ingin mencicipi lainnya untuk melihat tampilan penjelajahannya salah satunya bisa dicoba karena semua sudah dilengkapi dengan perlindungan privasi bagi penggunanya dan penelusuran yang aman. Mengakses salah satu pencarian informasi tersebut dapat membentengi kita dari mempercayai informasi hoax apalagi berujung provokasi kita harus mencari informasi kebenarannya.
Pengguna perlu memahami dan menerapkan etika dalam berliterasi digital terutama dalam bermedia sosial. Etika ini dapat mengingatkan kita bahwa meski kita berada di dunia digital, kita tetap berkomunikasi dengan manusia dibalik layar jika saling mengenal dan jika baru kenal kita tetap mengedepankan adab, menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Berhati-hatilah terhadap orang yang tidak di kenal karena dalam dunia digital anonimitas sangat tinggi. Berpikirlah sebelum berkomentar, membagikan ilmu dan keahlian jangan sampai berujung hoax, provokasi, dan ujaran kebencian. Seringkali juga kita sebagai pengguna tanpa sadar menjadi oversharing mengenai kehidupan kita di media sosial apalagi jika data pribadi berisi identitas yang dapat merugikan diri sendiri yang berujung penipuan.
Menjadi pintar di era digital yakni menjadi masyarakat yang cakap digital dilihat dari mereka yang efisien melakukan transformasi era digital. Berliterasi digital akan membawa kita menjadi cakap digital (digital culture, digital ethics, digital skill, dan digital safety). Budaya literasi ini adalah dengan mengupas bagaimana berbudaya dengan digital, bagaimana beretika, kemampuan apa yang perlu kita gali dalam berdigital, dan bagaimana keamanan yang kita lakukan dalam berdigital. Selain itu terdapat tiga nilai utama dunia digital yaitu kreativitas, kolaborasi, dan kritis. Kreativitas dimaksudkan untuk menjelajahi berbagai sudut pandang dan potensi media digital. Adapun kolaborasi di media digital tujuannya untuk mengasah kemampuan berinteraksi dan komunikasi. Sedangkan kritis berarti memanfaatkan media digital untuk kegiatan positif. Berbekal cakap digital kita pasti mampu menumbuhkan budaya positif dalam berliterasi digital. Cerdaslah dalam berliterasi digital. (Editor : Ayyub/Ahdi)
"Salam literasi"