Makassar, (Inmas Tator) - Wacana ditunjuknya Tana Toraja sebagai tuan rumah pelaksanaan Seleksi Tilawatil Qura'n (STQ) Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan mengemuka pada Rapat Kerja (Raker) Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) di Malili beberapa waktu lalu, yang dipertegas oleh mantan Ka.Kanwil Kemenag Sulsel Dr.H.Abd.Wahid Thahir,M.Ag dalam sambutannya pada acara penutupan MTQ KE XXX di City Center Bukit Indah Malili Kab.Luwu Timur tanggal 08 April 2018.
Menyikapi wacana ini, Bupati Tana Toraja Ir.Nicodemus Biringkanae merespon cepat, dengan menginstruksikan Kepala Kantor Kemeterian Agama (Kakan Kemenag) Kab. Tana Toraja H.Muhammad,M.Ag untuk merencanakan dan merancang segala hal yang mesti dipersiapan bilamana Tana Toraja benar-benar ditunjuk sebagai tuan rumah STQ tahun 2019.
Bertempat di ruang kerja Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Karo Kesra) Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, kamis (26/4/2018), H.Muhammad,M.Ag didampingi Kepala Seksi Bimas Islam H.Tamrin Lodo,S.Ag.M.Pd.I dan Ketua DWP Kemenag Tator Hj. Wahida Dudu, S.Ag melakukan dialog dengan Karo Kesra, H.Suherman.
H.Muhammad membuka dialog dengan memaparkan maksud dan tujuan kunjungan tim Kemenag Tana Toraja.
"Kami dari Kemanag Tana Toraja, datang bersilaturrahmi sekaligus memohon arahan dari pak Karo mengenai hal-hal yang terkait dengan pembiayaan STQ. Kedatangan kami adalah sebagai respon atas keinginan Bupati kami yang memang antusias dengan rencana penunjukan Tana Toraja sebagai tuan rumah STQ tahun 2019", jelas Muhammad.
Menanggapi penjelasan H.Muhammad, Karo Kesra kemudian memaparkan secara detail tentang item apa saja yang menjadi tanggungan Pemerintah Provinsi dan Panitia Pelaksana (Pemkab).
"Ingat, bahwa yang mesti dihindari itu adalah doble penganggaran, jangan sampai apa yang telah dianggarkan oleh Pemprov, juga dianggarkan oleh Pemkab, sehingga bisa menjadi temuan dan dikategorikan penyelewengan anggaran", Kata Suherman.
"Pada setiap perhelatan baik MTQ maupun STQ, sudah ditetapkan bahwa yang ditanggung oleh Pemprov itu adalah hadiah berupa uang, piala dan piagam bagi peserta yang juara I - III, serta honor, transportasi, dan akomodasi Dewan Hakim selama berlangsungnya kegiatan", lanjut Suherman.
Mengingat bahwa rencana pelaksanaan STQ ini adalah perhelatan acara keagaaman umat muslim yang terbesar sepanjang sejarah berdirinya Kabupaten Tana Toraja, maka Kasi Bimas Islam kembali mempertajam pertanyaan H.Muhammad tetang besarnya anggaran yang akan terpakai untuk pelaksaan kegiatan STQ ini.
"Karena kami belum memiliki pengalaman tetang haul sebesar ini di Tana Toraja, olehnya itu kami meminta petunjuk kira-kira berapa anggaran yang mesti disiapkan oleh Pemkab Tana Torana jika STQ ini jadi digelar", tanya H.Tamrin.
"Estimasi anggaran untuk kegiatan STQ ini pasti beda-beda setiap daerah, namun saya sarankan lakukanki semacam study banding ke daerah yang telah melaksanakan STQ Tingkat Provinsi, seperti Kota Parepare atau Kabupaten Takalar", saran Suherman.
Kalau anda melakukan studi banding, kata H.Herman, maka bukan hanya besaran anggaran dan pos-pos apa saja yang akan dibiayai yang kita akan ketahui, tapi termasuk kendala dan cara menyelesaikannya pun akan ditahu setelah kita melakukan studi banding.
Pada dialog ini juga mengemuka tentang format acara yang kemungkinan besar akan mempertimbangkan "local wisdom", dimana sejumlah pihak menginginkan agar STQ nantinya mempertimbangkan kearifan lokal Tana Toraja yang mayoritas penduduknya beragama nasrani.
"Tabe' pak Haji, ada masukan dari berbagai pihak yang mengusulkan agar STQ nantinya tidak hanya lomba ngaji, tapi mungkin umat nasrani juga dilibatkan dalam kegiatan ini, seperti lomba paduan suara antar gereja atau antar PPGT se Sulawesi Selatan", sela Andi Baly,S.Sos Pelaksana Humas Kemenag Tator.
Karo Kesra yang seyogianya sudah berada di ruang pola bersama dengan sejumlah pimpinan OPD lainnya mengikuti rapat yang dipimpin langsung oleh Plt.Gubernur Sulsel, menyempatkan untuk menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa kolaborasi muslim dan nasrani pada kegiatan semacam ini tidak ada masalah. "Silahkan, ini sebuah nuansa dan terobosan baru. Lomba ngaji di malam hari di panggung utama dan di masjid-masjid, sementara lomba paduan suara di siang hari di tempat yang telah ditentukan, seperti gereja-gereja, sepanjang tidak saling menggangu jalannya lomba", pungkas Suherman. (AB/arf)